SURABAYA – Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (UNAIR) mengadakan kuliah tamu pada Sabtu (22/10/2022). Pada kuliah tamu itu, Sekolah Pascasarjana UNAIR menghadirkan praktisi gerakan feminisme Indonesia.
Ia adalah Misiyah, yaitu Direktur Institut KAPAL Perempuan. Institut KAPAL Perempuan tersebut merupakan singkatan dari Lingkaran Pendidikan Alternatif untuk Perempuan. Kata Kapal sendiri dipilih sebagai singkatan karena pendiri institut tersebut memandang kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan dan kapal merupakan media transportasi yang menghubungkan antar pulau. Penggunakan kata lingkaran mengandung spirit tidak ada pusat dan menggambarkan siklus aksi refleksi.
Tak lupa, Ia menjelaskan sejarah dan apa yang menjadi visi atau tujuan utama dari Institut KAPAL, terutama dalam hal pemberdayaan perempuan. Institut KAPAL Perempuan, jelasnya, didirikan di Jakarta pada 8 Maret 2000. Selain itu, Institut KAPAL Perempuan memiliki visi utama dalam menciptakan gerakan perempuan yang kuat.
“Institut KAPAL Perempuan memiliki visi untuk terciptanya masyarakat sipil, khususnya gerakan perempuan yang kuat untuk mempercepat terciptanya masyarakat yang memiliki daya pikir kritis, solidaritas, berkeadilan gender, pluralis, transparan dan anti kekerasan, ” jelas Misiyah.
Pada kuliah tamu yang bertajuk Feminisme dari Teori dan Metode Menuju ke Terapan Aksi Partisipatif, Ia memaparkan tentang cara menerapkan feminisme. Dalam pemaparannya, Ia memaparkan agenda apa saja yang perlu dilakukan sebagai langkah pemberdayaan perempuan ke depannya.
“Ada beberapa agenda yang perlu dilakukan untuk memberdayakan perempuan ke depannya. Pertama, perlu adanya kepemimpinan perempuan. Selanjutnya, perlu didirikan pusat-pusat pendidikan pembelajaran bagi perempuan-perempuan. Lalu, harus ada juga pemenuhan terhadap hak asasi manusia (HAM) dan hak-hak yang dimiliki oleh perempuan, ” terang Misiyah.
Selanjutnya, ia menjelaskan bagaimana perubahan nilai-nilai yang ada dapat berpengaruh bagi pemberdayaan perempuan ke depannya. Perubahan itu utamanya ada dalam bidang organisasi.
“Perlu juga adanya transformasi nilai-nilai dalam peng-organisasi-an dan advokasi. Lalu, diperlukan juga adanya aksi-aksi perubahan baik di tatanan individu maupun di tatanan kolektif. Selain itu, perlu adanya kesadaran kritis, budaya yang adil terhadap gender, politik, kesejarahan, serta komitmen yang tegas terhadap pemberdayaan perempuan, ” jelas Misiyah.
Baca juga:
Surabaya Kembali Jadi Tuan Rumah AICIS 2023
|
Menutup kuliahnya, Ia menyampaikan bahwa praktik feminisme merupakan praktik bersama. Akibatnya, perlu bersama-sama bagi seluruh orang untuk menjadi seorang feminis yang dapat mempraktikkan feminisme itu sendiri. Menurutnya, semua pihak harus dapat melibatkan diri dengan kebesaran hatinya masing-masing.
“Untuk bersama-sama mempraktikkan feminisme, diperlukan semua pihak untuk membuka mata, telinga, dan hati untuk melintasi batas serta sekat identitas. Lalu, perlu ada konsistensi di dalam hati, pikiran, serta tindakan dari orang-orang. Terakhir, setiap pihak harus berorientasi pada kesetaraan dan keadilan untuk perempuan dengan kebebasan dari segala bentuk diskriminasi, ” ungkap Misiyah.
Penulis: Fredrick Binsar Gamaliel M
Editor: Nuri Hermawan